Tuhannya uang, nabinya kain.
Peribahasa tersebut sebagai sindiran dan peringatan bagi orang yang mengesampingkan TUHAN, tetapi menuhankan uang, mendewakan harta benda, _ngawula bandha_ - mengabdi kekayaan. Nabinya kain, kain identik dengan wanita, dalam konteks peribahasa diatas, maknanya adalah menuruti keinginan kenikmatan jasmani.
Maknanya secara luas ialah ; Orang yang hanya mengejar kekayaan duniawi dan menuruti segala kenikmatan jasmani dengan mengabaikan TUHAN dan ajarannya.
Pak Jumantil sudah beberapa tahun kembali hidup di desa, sekarang mulai menyadari betapa dahulu apa yang ia perbuat di Ibukota, berlomba memupuk harta dengan menghalalkan segala cara, ternyata jauh dari etika kehidupan, baik etika sosial - bermasyarakat, bernegara maupun beragama. Semua hanya demi _dhuwit_ - uang, ia mengira, hanya dengan uang segala keinginan akan terpenuhi, segala kenikmatan jasmani dan duniawi akan terbeli. Ia pikir, setelah keinginan jasmani terpenuhi, maka rohani juga akan menikmati. Kebutuhan rohani juga akan ia beli dengan uang.
Ternyata Pak Jumantil kecele, justru karena mengejar uang dan memburu kenikmatan itu, ia kini harus pulang kampung tanpa membawa apapun, hanya membawa malu, karena apa yang ia perbuat di Ibukota, sudah banyak yang tahu.
Petuah Simbah : " _Mung Gusti kang dadi Sangkan Paraning Dumadi, mula, aja lali_. "
( @SUN )
0 komentar:
Posting Komentar